Atresia ani merupakan kelainan kongenital dimana tidak terdapat lubang
pada anus untuk mengeluarkan feses. Hal ini disebabkan oleh gangguan
pemisahan kloaka pada saat kehamilan. Menurut Mubarok (2015)
berdasarkan letaknya, atresia ani dibedakan menjadi 3 jenis yaitu.
Tindakan selanjutnya adalah operasi definitif yang dikenal dengan Posterior Sagittal Anorektoplasti (PSARP). Operasi lanjutan ini dilakukan umumnya ditunda 9 sampai 12 bulan. Penundaan ini dimaksudkan untuk memberi waktu pelvis untuk membesar dan pada otot-otot untuk berkembang. Tindakan ini juga memungkinkan bayi untuk menambah berat badannya dan bertambah baik status nutrisinya. Selain itu, prosedur ini memberikan beberapa keuntungan seperti kemudahan dalam operasi fistula rektourinaria maupun rektovaginal dengan cara membelah otot dasar pelvis, pelvik sling dan sfingter (Pena, 1982).
Tindakan terakhir adalah tutup kolostomi. Setelah tindakan ini, biasanya beberapa hari setelah operasi, anak akan mulai buang air besar melalui anus. Buang air besar awalnya akan sering akan tetapi seminggu setelahnya buang air besar frekuensinya lebih sering dan konsistensi feses agak padat (Grafika, 2010).
-
Tinggi (supralevator) : rektum berakhir di atas M. levator ani (M.
puborektalis) dengan jarak antara ujung buntu rektum dengan kulit perineum lebih dari 1 cm. Letak supralevator biasanya disertai dengan fistel ke saluran kencing atau saluran genital.
-
Intermediate : rektum terletak pada M. levator ani tetapi tidak
menembusnya.
-
Rendah : rektum berakhir di bawah M. levator ani sehingga jarak antara
kulit dan ujung rektum paling jauh 1 cm.
Tindakan awal untuk memperbaiki atresia ani adalah kolostomi.
Tindakan selanjutnya adalah operasi definitif yang dikenal dengan Posterior Sagittal Anorektoplasti (PSARP). Operasi lanjutan ini dilakukan umumnya ditunda 9 sampai 12 bulan. Penundaan ini dimaksudkan untuk memberi waktu pelvis untuk membesar dan pada otot-otot untuk berkembang. Tindakan ini juga memungkinkan bayi untuk menambah berat badannya dan bertambah baik status nutrisinya. Selain itu, prosedur ini memberikan beberapa keuntungan seperti kemudahan dalam operasi fistula rektourinaria maupun rektovaginal dengan cara membelah otot dasar pelvis, pelvik sling dan sfingter (Pena, 1982).
Tindakan terakhir adalah tutup kolostomi. Setelah tindakan ini, biasanya beberapa hari setelah operasi, anak akan mulai buang air besar melalui anus. Buang air besar awalnya akan sering akan tetapi seminggu setelahnya buang air besar frekuensinya lebih sering dan konsistensi feses agak padat (Grafika, 2010).
No comments:
Post a Comment