Kejadian penyakit
malaria ditentukan oleh tiga faktor yaitu host, agent, dan environment.
Host berupa manusia dan nyamuk
Anopheles, agent berupa parasit
Plasmodium, dan environment meliputi lingkungan fisik, kimiawi, biologi
serta sosial turut berperan pada kejadian atau penularan Malaria.
Agent atau penyebab penyakit malaria adalah semua unsur atau elemen hidup ataupun tidak hidup dalam kehadirannya bila diikuti dengan kontak yang efektif dengan manusia yang rentan akan memudahkan terjadinya suatu proses penyakit. Agent penyebab malaria adalah protozoa dari genus plasmodium.
Agar dapat hidup, parasit malaria harus
ada dalam tubuh manusia untuk waktu yang cukup lama dan menghasilkan gametosit
jantan dan betina. Parasit juga harus menyesuaikan diri dengan sifat-sifat
spesies nyamuk Anopheles yang anthropofilik agar Sporogami dimungkinkan dan
menghasilkan Sporozoit yang infektif.
2. Faktor Host
Ada dua macam host terkait
penularan penyakit malaria, yaitu manusia (host intermediate) dan nyamuk
anopheles betina (host definitif).
a. Faktor Manusia (Host
Intermediate)
Manusia menjadi host atau inang penting dalam perkembangbiakan Plasmodium sp. Namun, tidak semua manusia dapat terjangkit malaria
dengan mudah. Perbedaan prevalensi menurut umur dan jenis kelamin, ras dan
riwayat malaria sebelumnya berkaitan dengan perbedaan tingkat kekebalan terhadap
malaria. Bayi di daerah endemik malaria mendapat perlindungan antibodi maternal
yang diperoleh secara transplasental.
Sementara,
wanita mempunyai respons imun yang lebih kuat dibandingkan dengan laki-laki,
namun kehamilan menambah risiko malaria, antara lain berat badan lahir rendah,
abortus, partus prematur dan kematian janin intrauterin.
Terdapat beberapa faktor intrinsik yang
dapat mempengaruhi manusia sebagai penjamu penyakit malaria antara lain:
1) Umur
Orang pada tingkatan umur tertentu
lebih rentan dibandingkan kelompok umur lainnya. Misalnya, anak-anak lebih
rentan terhadap infeksi malaria yang disebabkan oleh sistem imun yang belum
berkembang secara sempurna. Namun, orang dewasa dapat juga terkena malaria
ketika sering beraktivitas di luar rumah pada waktu malam hari.
2) Jenis Kelamin
Infeksi malaria tidak membedakan jenis
kelamin akan tetapi apabila menginfeksi ibu yang sedang hamil akan menyebabkan
anemia yang lebih berat.
3) Ras
Beberapa ras memiliki kekebalan alamiah
terhadap malaria, kelompok penduduk yang mempunyai Haemoglobin S (Hb S)
ternyata lebih tahan terhadap akibat infeksi Plasmodium falciparum. Hb
S terdapat pada penderita dengan kelainan darah yang merupakan penyakit
keturunan yang disebut sickle cell anemia (anemia bulan sabit).
4) Riwayat Malaria Sebelumnya
Orang yang pernah terinfeksi malaria
sebelumnya biasanya akan terbentuk imunitas sehingga akan lebih tahan terhadap
infeksi malaria. Penduduk asli daerah endemik akan lebih tahan terhadap malaria
dibandingkan dengan pendatang dari daerah non endemis.
5) Pola Hidup
Pola hidup seseorang atau masyarakat
berpengaruh terhadap terjadinya penularan malaria seperti kebiasaan tidur tidak
pakai kelambu, dan sering berada di luar rumah pada malam hari tanpa menutup
badan dapat menjadi faktor risiko terjadinya penularan malaria.
6) Status Gizi
Status gizi erat kaitannya dengan
sistem kekebalan tubuh. Apabila status gizi seseorang baik akan mempunyai
peranan dalam upaya melawan semua agent yang masuk ke dalam tubuh. Defisiensi
zat besi dan riboflavin mempunyai efek protektif terhadap malaria berat.
b.
Vektor
Malaria (Host Definitif)
Nyamuk anopheles yang ada di Indonesia
berjumlah lebih 80 spesies, sampai saat ini di Indonesia telah ditemukan
sejumlah 24 spesies Anopheles yang dapat menularkan malaria. Utamanya adalah nyamuk
Anopheles betina karena hanya Anopheles betina yang menghisap darah untuk
pertumbuhan telurnya. Kehidupan nyamuk sangat ditentukan oleh keadaan
lingkungan yang ada, seperti suhu, kelembaban, curah hujan, dan sebagainya. Tingginya
penularan tergantung dari densitas (kepadatan) frekuensi gigitan, lamanya hidup
vektor, lamanya siklus Sporogoni, angka Sporozoit (parasit yang terdapat dalam
kelenjar air liur nyamuk) dan adanya reservoir parasit (manusia yang mempunyai
parasit dalam darah).
3.
Faktor Environment
a.
Lingkungan Fisik
Iklim tropis sangat menguntungkan
transmisi malaria di Indonesia. Selain iklim, ada beberapa faktor dalam
lingkungan fisik yang ikut mempengaruhi transmisi malaria:
Suhu. Suhu mempengaruhi perkembangan parasit dalam nyamuk. Suhu
yang optimum berkisar antara 20 - 30°C. Makin tinggi suhu (sampai batas
tertentu) makin pendek masa inkubasi ekstrinsik (Sporogoni) dan sebaliknya
makin rendah suhu makin panjang masa inkubasi ekstrinsik.
Kelembaban udara. Kelembaban udara yang rendah akan
mem-perpendek umur nyamuk, meskipun berpengaruh pada parasit. Tingkat
kelembaban 60% merupakan batas paling rendah untuk memungkinkan hidupnya
nyamuk. Pada kelembaban yang lebih tinggi nyamuk menjadi lebih aktif dan lebih
sering menggigit, sehingga meningkatkan penularan malaria.
Curah hujan. Pada umumnya hujan akan memudahkan perkembangan
nyamuk dan terjadinya epidemi malaria. Besar kecilnya pengaruh tergantung pada
jenis dan curah hujan, jenis vektor dan jenis tempat perindukan. Hujan yang
diselingi panas matahari akan memperbesar kemungkinan berkembang biaknya nyamuk
Anopheles.
Topografi (Ketinggian). Transmisi malaria akan berkurang ketika
ketinggian semakin bertambah, hal ini berkaitan dengan menurunnya suhu
rata-rata. Pada ketinggian di atas 2000 meter jarang ada transmisi malaria, hal
ini bisa berubah bila terjadi pemanasan bumi dan pengaruh El-Nino.
Angin. Kecepatan dan arah angin dapat mempengaruhi jarak terbang
nyamuk dan ikut menentukan jumlah kontak antara nyamuk dengan manusia.
Sinar matahari. Pengaruh sinar matahari terhadap
pertumbuhan larva nyamuk berbeda-beda. An.
sundaicus lebih menyukai tempat yang teduh, An. Hyrcanus spp dan An.
Pinculatus spp lebih menyukai tempat terbuka. An. Barbirostis dapat hidup baik di tempat yang teduh maupun yang
terang.
Arus air. An. Barbirostris lebih menyukai perindukan yang airnya
statis/mengalir lambat, sedangkan An.
Minimus lebih menyukai aliran yang deras dan An. Letifer lebih menyukai air yang tergenang.
Kadar garam. An.
sundaicus tumbuh optimal
pada air payau yang kadar garamnya 12 – 18% dan tidak berkembang pada kadar
garam 40% ke atas.
b.
Lingkungan Biologik
Lingkungan biologi seperti air
lingkungan, termasuk air alami dan air sumber buatan yang dimanfaatkan oleh
nyamuk untuk berkembang biak dan bermetamorfosis hingga menjadi nyamuk dewasa.
Beberapa tumbuhan dapat mempengaruhi kehidupan larva karena dapat menghalangi
sinar matahari atau melindungi dari serangan mahluk hidup lainnya. Adanya
berbagai jenis ikan pemakan larva dan hewan ternak juga akan mempengaruhi
siklus hidup nyamuk.
c.
Lingkungan Sosial-Budaya
Lingkungan sosial budaya menjadi faktor
yang berperan dalam penularan malaria, seperti kebiasaan untuk berada diluar
rumah sampai larut malam akan memudahkan tergigit oleh nyamuk. Faktor lainnya
misal tingkat kesadaran masyarakat akan bahaya malaria. Tingkat kesadaran akan
mempengaruhi kesediaan masyarakat untuk melakukan tindakan preventif terhadap malaria,
antara lain dengan menggunakan kelambu, memasang kawat kassa pada rumah dan
menggunakan obat nyamuk. Adanya peperangan dan perpindahan penduduk juga dapat memicu
peningkatan kejadian malaria.
d.
Pelayanan Kesehatan
Pelayanan kesehatan yang jauh dan tidak
terjangkau oleh masyarakat tentunya akan memperparah kondisi penderita malaria.
Begitu pula dengan kualitas tenaga kesehatan di pelayanan kesehatan tersebut.
e.
Pengobatan Tradisional
Masyarakat tradisional umumnya mengatasi
masalah penyakit malaria dengan memanfaatkan tumbuh-tumbuhan yang ada
disekitarnya ataupun ke dukun setempat yang belum tentu terjamin kesembuhannya.
No comments:
Post a Comment