Wednesday, March 30, 2016

Penyakit Ginjal Kronis


      Penyakit ginjal kronis atau chronic kidney disease (CKD) merupakan proses  patofisiologis penurunan   fungsi  ginjal progresif dan  umumnya berakhir dengan gagal ginjal. Kriteria penyakit ginjal kronik yaitu kerusakan ginjal yang terjadi lebih dari 3 bulan, berupa kelainan struktural atau fungsional,  dengan  atau  tanpa  penurunan Glomerulus Filtration Rate (GFR) (ISN, 2013).
Penyebab utama penyakit gagal ginjal kronis adalah penyakit diabetes mellitus dan hipertensi. Beberapa faktor risiko penyakit ginjal kronik antara lain pasien dengan diabetes melitus, hipertensi, obesitas, perokok, berusia lebih  dari 50 tahun, serta riwayat penyakit keluarga seperti diabetes melitus, hipertensi & penyakit ginjal (Purwanto, 2013).


International Society of Nephrology (2013) mengklasifikasikan CKD menjadi enam stadium berdasarkan GFR (Glomerulus Filtration Rate) dan tiga kategori berdasarkan albuminuria yang dinyatakan dengan AER (Albumin Excretion Rate).
                 

Stadium
GFR
(mL/menit/1,73 m2)
Deskripsi
1
90
Kerusakan ginjal dengan penurunan GFR normal/meningkat
2
60-89
Kerusakan ginjal dengan penurunan GFR ringan
3a
45-59
Kerusakan ginjal dengan penurunan GFR ringan sampai sedang
3b
30-44
Kerusakan ginjal dengan penurunan GFR sedang sampai berat
4
15-29
Kerusakan ginjal dengan penurunan GFR berat (perlu dialisis)
5
Kurang dari 15
Gagal ginjal (dialisis)





Kategori
AER (mg/24 jam)
Keterangan
1
Kurang dari 30
Normal hingga peningkatan albuminuria ringan
2
30-300
Peningkatan albuminuria sedang
3
>300
Peningkatan albuminuria berat

        

Etiologi
Penyebab utama penyakit ginjal kronis adalah diabetes dan hipertensi. Penyakit tersebut dapat terjadi ketika kadar glukosa darah dan atau tekanan darah pasien tidak terkontrol secara kronis. Penyebab lainnya yaitu glumerulonefritis, penyakit ginjal kongenital, nefritis, pielonefritis, dan tumor (Nelms dkk, 2007).  
Patofisiologi
Patofisiologi  penyakit  gagal ginjal  kronik  tergantung  etiologi penyakitnya, namun proses selanjutnya kurang lebih sama. Ginjal akan melakukan kompensasi untuk mempertahankan GFR dengan cara meningkatkan daya filtrasi dan reabsorbsi  zat  terlarut  dari  nefron  yang  tersisa. Yang berakibat pada penebalan ginjal. Hipertrofi ini akibat hiperfiltrasi adaptif yang  diperantarai  oleh  penambahan  tekanan  kapiler  dan  aliran  glomerulus.  Kompensasi yang terus menerus akan berlanjut pada proses  maladaptasi  berupa sklerosis  nefron  yang  masih  tersisa  dan  akhirnya  terjadi  penurunan  fungsi  nefron yang progresif (Purwanto,2013).

Penurunan  fungsi  ginjal  yang  progresif  tetap  berlangsung  terus  meskipun penyakit  primernya  telah  diatasi  atau telah  terkontrol.  Hal  ini  menunjukkan  adanya mekanisme  adaptasi  sekunder  yang  sangat  berperan  pada  kerusakan  yang  sedang berlangsung  pada  penyakit  ginjal  kronik. Perubahan dan adaptasi  nefron  yang tersisa setelah kerusakan ginjal  yang awal  akan  menyebabkan pembentukan  jaringan  ikat  dan  kerusakan  nefron  yang  lebih  lanjut.  Demikian seterusnya keadaan ini berlanjut menyerupai suatu siklus yang berakhir dengan gagal ginjal terminal (Purwanto, 2013).

Beberapa  hal  yang  juga  dianggap  berperan  terhadap  terjadinya  progresivitas penyakit  ginjal  kronik  adalah  albuminuria,  hipertensi,  hiperglikemia,  dislipidemia. Albuminuria yang terus menerus akan mengakibatkan hipoalbuminemia dan menurunkan tekanan onkotik. Hal tersebut memungkinkan terjadinya pergeseran cairan ke ruang interstitial dan timbul gejala edema pada pasien. Pergeseran cairan akan menurunkan volume darah sehingga ginjal akan mengeluarkan aldosteron dan stimulasi renin-angiotensin. Kedua hal tersebut akan memperberat edema dan menimbulkan hipertensi (Wahyuningsih, 2013).

Selain edema, pasien gagal ginjal kronik juga dapat mengalami anemia. Anemia terjadi karena produksi hormon eritropoetin yang berkurang. Hormon eritropoetin berfungsi sebagai pemacu pembentukan sel darah merah dan dihasilkan oleh sel tubular ginjal. Berkurangnya kadar eritropoetin akibat gagal ginjal, akan menurunkan sintesis eritrosit dan hemoglobin. Hal tersebut akan berdampak pada terjadinya anemia. Anemia yang tak tertangani dapat mengakibatkan terjadinya pembesaran jantung, hipertropi ventrikular, angina, gagal jantung kongestif, malnutrisi, pelemahan respon imun, dan peningkatan mortalitas (Nelms dkk, 2007).

No comments: