1. Definisi
Diabetes
melitus tipe 2 merupakan penyakit metabolik yang ditandai hiperglikemia dan
disebabkan oleh penurunan sekresi
insulin oleh sel beta pankreas dan atau resistensi insulin. Proporsi penderita
diabetes mellitus tipe 2 merupakan yang
terbesar diantara penderita diabetes mellitus yaitu mencakup 95% populasi
(Wahyuningsih, 2013)
2. Faktor
Risiko
Gaya
hidup turut berperan dalam terjadinya penyakit diabetes mellitus tipe 2 seperti
aktivitas fisik yang sedentari, stres, pola tidur dan pola makan yang tidak
sehat. Beberapa faktor lainnya seperti usia lebih dari 45 tahun, indeks massa tubuh lebih dari 23kg/m2, merokok, penyakit jantung
koroner, hipertensi atau tekanan darah tinggi dengan nilai lebih dari 140/90 mmHg dan
riwayat diabetes dalam keluarga. Riwayat kelahiran seperti bayi cacat atau bayi
dengan berat badan lahir lebih dari 4000 gram juga berpengaruh pada kejadian diabetes
mellitus tipe 2 di masa mendatang.
3. Patofisiologi
Pada pasien diabetes mellitus tipe 2, dapat
terjadi disfungsi sel beta pankreas dan atau resistensi insulin. Pada kasus resistensi insulin, sel utamanya reseptor
insulin tidak mampu merespon terhadap kadar insulin normal, baik sel otot,
hati, maupun lemak. Dalam keadaan normal, insulin dapat memasukkan glukosa ke
dalam sel. Namun, karena terjadi resistensi sel, insulin yang dihasilkan tidak
cukup untuk pengambilan glukosa ke dalam sel. Sel beta pada akhirnya akan
mengompensasi dengan sekresi yang lebih banyak hingga mencapai ambang batasnya
(Nelms dkk, 2007).
Sementara pada disfungsi sel beta pankreas, terjadi
gangguan sekresi insulin sehingga insulin yang dihasilkan tidak mencukupi.
Jumlah hormon insulin yang kurang akan mengakibatkan sel tidak dapat merespon
dengan dan pengambilan glukosa ke dalam sel akan terhambat. Baik disfungsi sel beta maupun
resistensi insulin akan mengarah pada terjadinya hiperglikemia. Hiperglikemia
secara kronik akan berakibat pada terjadinya komplikasi seperti stroke, gagal
ginjal, jantung, retinopati dan gangren (Nelms dkk, 2007).
4. Diagnosis
Diagnosis diabetes mellitus tipe 2 ditegakkan
atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah. Pemeriksaan glukosa darah yang direkomendasikan
adalah pemeriksaan glukosa secara enzimatik dengan bahan darah plasma vena.
Selain pemeriksaan darah, perlu dilakukan pengkajian keluhan kepada pasien
meliputi keluhan klasik dan keluhan lainnya. Keluhan klasik meliputi,
polidipsia, poliuria, polifagia, dan penurunan berat badan yang tidak
disengaja. Beberapa keluhan juga perlu diperhatikan seperti gatal, lemah badan,
kesemutan, mata kabur, disfungsi ereksi serta pruritus vulvae (Perkeni, 2011).
Diagnosis
dapat ditegakkan melalui empat cara:
a. Ditemukan
keluhan klasik dan pemeriksaan glukosa plasma sewaktu ≥200 mg/dL (≥11,1
mmol/L). Pemeriksaan glukosa plasma sewaktu dilakukan tanpa memperhatikan waktu
makan terakhir
b. Pemeriksaan
glukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dL ≥11,1 mmol/L) dengan adanya keluhan klasik. Pemeriksaan
dilakukan setelah pasien atau tidak mendapat kalori minimal 8 jam
c.
Kadar
gula darah plasma 2 jam tes toleransi glukosa oral (TTGO) ≥200 mg/dL (≥11,1
mmol/L). Pemeriksaan dilakukan 2 jam setelah pasien meminum 75 g glukosa anhidrous
dalam 250 mL air.
d. Pemeriksaan
hemoglobin terglikosilasi (HbA1c) >6.5%
Diluar diagnosis di atas, terdapat kelompok
toleransi glukosa terganggu (TGT) dan glukosa darah puasa terganggu (GDPT). Pasien dikategorikan TGT bila hasil pemeriksaan
TTGO glukosa plasma 2 jam bernilai 140 – 199 mg/dL (7,8-11,0 mmol/L).
Sementara, diagnosis GDPT ditegakkan bila setelah pemeriksaan glukosa plasma
puasa didapatkan hasil 100 – 125 mg/dL (5,6 – 6,9 mmol/L) dan pemeriksaan TTGO
gula darah 2 jam < 140 mg/dL (Perkeni, 2011).
5. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan diabetes mellitus tipe 2
melibatkan empat komponen yaitu edukasi, terapi gizi medis, latihan jasmani,
dan intervensi farmakologis. Pengaturan gizi dan latihan jasmani menjadi
tatalaksana diabetes mellitus tipe 2 pada fase awal (2-4 minggu). Jika
normoglikemi belum tercapai, maka dilakukan intervensi farmakologis dengan
pemberian obat hipoglikemik oral (OHO) dan atau insulin. Penggunaan insulin
dapat dilakukan segera ketika terjadi ketoasidosis, ketonuria, stres berat, dan
penurunan berat badan dengan cepat. Selain penanganan kestabilan glukosa darah,
diperlukan penanganan penyakit penyerta lainnya seperti hipertensi, obesitas,
jantung, dan dislipidemia, nefropati, stroke, dan lainnya.
No comments:
Post a Comment