Friday, April 1, 2016

Diabetes Mellitus Tipe 2


1.   Definisi
Diabetes melitus tipe 2 merupakan penyakit metabolik yang ditandai hiperglikemia dan disebabkan oleh penurunan  sekresi insulin oleh sel beta pankreas dan atau resistensi insulin. Proporsi penderita diabetes mellitus tipe 2  merupakan yang terbesar diantara penderita diabetes mellitus yaitu mencakup 95% populasi (Wahyuningsih, 2013)
2.   Faktor Risiko
Gaya hidup turut berperan dalam terjadinya penyakit diabetes mellitus tipe 2 seperti aktivitas fisik yang sedentari, stres, pola tidur dan pola makan yang tidak sehat. Beberapa faktor lainnya seperti usia lebih dari 45 tahun, indeks massa tubuh  lebih dari 23kg/m2, merokok, penyakit jantung koroner, hipertensi atau tekanan darah tinggi dengan nilai lebih dari 140/90 mmHg dan riwayat diabetes dalam keluarga. Riwayat kelahiran seperti bayi cacat atau bayi dengan berat badan lahir lebih dari 4000 gram juga berpengaruh pada kejadian diabetes mellitus tipe 2 di masa mendatang.  


3.   Patofisiologi
Pada pasien diabetes mellitus tipe 2, dapat terjadi disfungsi sel beta pankreas dan atau resistensi insulin. Pada kasus resistensi insulin, sel utamanya reseptor insulin tidak mampu merespon terhadap kadar insulin normal, baik sel otot, hati, maupun lemak. Dalam keadaan normal, insulin dapat memasukkan glukosa ke dalam sel. Namun, karena terjadi resistensi sel, insulin yang dihasilkan tidak cukup untuk pengambilan glukosa ke dalam sel. Sel beta pada akhirnya akan mengompensasi dengan sekresi yang lebih banyak hingga mencapai ambang batasnya (Nelms dkk, 2007).
Sementara pada disfungsi sel beta pankreas, terjadi gangguan sekresi insulin sehingga insulin yang dihasilkan tidak mencukupi. Jumlah hormon insulin yang kurang akan mengakibatkan sel tidak dapat merespon dengan dan pengambilan glukosa ke dalam sel akan terhambat. Baik disfungsi sel beta maupun resistensi insulin akan mengarah pada terjadinya hiperglikemia. Hiperglikemia secara kronik akan berakibat pada terjadinya komplikasi seperti stroke, gagal ginjal, jantung, retinopati dan gangren (Nelms dkk, 2007).

4.   Diagnosis
Diagnosis diabetes mellitus tipe 2 ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah. Pemeriksaan glukosa darah yang direkomendasikan adalah pemeriksaan glukosa secara enzimatik dengan bahan darah plasma vena. Selain pemeriksaan darah, perlu dilakukan pengkajian keluhan kepada pasien meliputi keluhan klasik dan keluhan lainnya. Keluhan klasik meliputi, polidipsia, poliuria, polifagia, dan penurunan berat badan yang tidak disengaja. Beberapa keluhan juga perlu diperhatikan seperti gatal, lemah badan, kesemutan, mata kabur, disfungsi ereksi serta pruritus vulvae (Perkeni, 2011).   

Diagnosis dapat ditegakkan melalui empat cara:
a.     Ditemukan keluhan klasik dan pemeriksaan glukosa plasma sewaktu ≥200 mg/dL (≥11,1 mmol/L). Pemeriksaan glukosa plasma sewaktu dilakukan tanpa memperhatikan waktu makan terakhir
 

b.     Pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dL ≥11,1 mmol/L) dengan adanya keluhan klasik. Pemeriksaan dilakukan setelah pasien atau tidak mendapat kalori minimal 8 jam
c.     
Kadar gula darah plasma 2 jam tes toleransi glukosa oral (TTGO) ≥200 mg/dL (≥11,1 mmol/L). Pemeriksaan dilakukan 2 jam setelah pasien meminum 75 g glukosa anhidrous dalam 250 mL air.
d.     Pemeriksaan hemoglobin terglikosilasi (HbA1c) >6.5%
Diluar diagnosis di atas, terdapat kelompok toleransi glukosa terganggu (TGT) dan glukosa darah puasa terganggu (GDPT). Pasien dikategorikan TGT bila hasil pemeriksaan TTGO glukosa plasma 2 jam bernilai 140 – 199 mg/dL (7,8-11,0 mmol/L). Sementara, diagnosis GDPT ditegakkan bila setelah pemeriksaan glukosa plasma puasa didapatkan hasil 100 – 125 mg/dL (5,6 – 6,9 mmol/L) dan pemeriksaan TTGO gula darah 2 jam < 140 mg/dL (Perkeni, 2011). 


5.   Penatalaksanaan       
Penatalaksanaan diabetes mellitus tipe 2 melibatkan empat komponen yaitu edukasi, terapi gizi medis, latihan jasmani, dan intervensi farmakologis. Pengaturan gizi dan latihan jasmani menjadi tatalaksana diabetes mellitus tipe 2 pada fase awal (2-4 minggu). Jika normoglikemi belum tercapai, maka dilakukan intervensi farmakologis dengan pemberian obat hipoglikemik oral (OHO) dan atau insulin. Penggunaan insulin dapat dilakukan segera ketika terjadi ketoasidosis, ketonuria, stres berat, dan penurunan berat badan dengan cepat. Selain penanganan kestabilan glukosa darah, diperlukan penanganan penyakit penyerta lainnya seperti hipertensi, obesitas, jantung, dan dislipidemia, nefropati, stroke, dan lainnya. 

No comments: