Friday, April 1, 2016

Hipertensi


Hipertensi  adalah  meningkatnya  tekanan  darah  sistolik  lebih  besar  dari  140 mmHg  dan  atau  diastolik  lebih  besar  dari  90  mmHg  pada  dua  kali  pengukuran dengan selang waktu 5 menit dalam keadaan tenang. Faktor  risiko  hipertensi  dibedakan  menjadi yang tidak dapat dikontrol seperti riwayat keluarga,  jenis kelamin, dan umur. Faktor yang  dapat  dikontrol  seperti  obesitas,  kurangnya  aktivitas  fisik,  perilaku  merokok, pola konsumsi makanan yang mengandung natrium dan lemak jenuh. Hipertensi  dapat  mengakibatkan berbagai komplikasi penyakit seperti  stroke,  penyakit  jantung  koroner  (PJK),  gangguan  ginjal, jantung, dan lain-lain (Andrea, 2014).

1.   Klasifikasi Hipertensi
Hipertensi  dapat  dibedakan  menjadi  tiga  golongan  yaitu  hipertensi  sistolik, hipertensi  diastolik,  dan  hipertensi  campuran.  
    1. Hipertensi  sistolik  merupakan  peningkatan  tekanan  sistolik  tanpa  diikuti  peningkatan tekanan  diastolik  dan  umumnya  ditemukan  pada  usia  lanjut. Hal tersebut berkaitan dengan tingginya tekanan pada arteri apabila jantung berkontraksi (denyut jantung). 
    2. Hipertensi diastolik merupakan peningkatan tekanan diastolik tanpa diikuti peningkatan tekanan  sistolik, biasanya ditemukan pada anak-anak  dan  dewasa  muda.  Hipertensi  diastolik  terjadi  apabila  pembuluh  darah  kecil menyempit secara tidak normal, sehingga memperbesar tahanan terhadap aliran darah yang  melaluinya  dan  meningkatkan  tekanan  diastoliknya. 
    3. Hipertensi campuran merupakan peningkatan pada tekanan sistolik dan diastolik (Andrea, 2014).



Berdasarkan gejalanya, hipertensi dibedakan menjadi dua yaitu hipertensi benigna dan maligna. 
    1. Hipertensi benigna adalah kondisi hipertensi tanpa gejala dan biasa ditemukan saat pasien melakukan pemeriksaan kesehatan rutin. 
    2. Hipertensi maligna adalah keadaan hipertensi disertai kondisi kedaruratan dan dapat membahayakan jiwa pasien sebagai akibat dari komplikasi penyakit (Wahyuningsih, 2013).

Berdasarkan penyebabnya hipertensi dibagi menjadi dua, yaitu:
a.  Hipertensi  esensial  atau primer  yang  tidak  diketahui dengan jelas penyebabnya. Terdapat sekitar 90-95% kasus. Banyak faktor  yang  mempengaruhinya  seperti  genetik,  lingkungan,  hiperaktivitas  susunan saraf  simpatis,  sistem  renin-angiotensin,  defek  dalam  ekskresi  Na,  peningkatan  Na dan  Ca  intraselular,  dan  faktor-faktor  yang  meningkatkan  risiko,  seperti  obesitas, alkohol, dan merokok (Tortora & Derrickson, 2012).
b.     Hipertensi  sekunder  atau  hipertensi  renal.  Terjadi pada  sekitar  5%  kasus. Etiologinya yaitu  hipertensi  vaskular  renal, hipersekresi epinefrin dan; noreprinefrin,  penyakit  ginjal,  dan hiperaldosteronisme  primer (Tortora dan Derrickson, 2012).

Menurut The Seventh Report of The Joint National Committee on  Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure  (JNC VII), klasifikasi hipertensi pada orang dewasa dapat dibagi menjadi kelompok normal, prehipertensi, hipertensi derajat I dan derajat II.

Klasifikasi Tekanan Darah
Tekanan Darah Sistolik (mmHg)
Tekanan Darah Diastolik (mmHg)
Normal
Kurang dari 120
Kurang dari 80
Prehipertensi
120-139
80-90
Hipertensi derajat I
140-159
90-99
Hipertensi derajat II
Lebih dari 160
Lebih dari 100

2.   Hipertensi Krisis
     Hipertensi krisis adalah keadaan peningkatan tekanan darah yang besar baik pada tekanan darah sistolik atau diastolik (lebih dari180 mmHg atau lebih dari 120 mmHg) yang berkaitan dengan kerusakan organ seperti gagal ginjal, perubahan neurologis major, infark serebri, pendarahan intrakranial, edema paru akut, eklampsia, gagal jantung akut atau diseksi aorta. Penanganan hipertensi krisis tergantung dari tipe kerusakan organ. Pada kasus gagal ginjal, semua obat antihipertensi dapat digunakan kecuali tipe diuretik. Obat dapat digunakan secara intravena maupun oral. Target penurunan tekanan darah sebesar <25 2013="" agar="" ancia="" awal="" dan="" dilakukan="" dkk="" hati-hati="" hipotensi="" jam="" mendadak="" o:p="" perlu="" saat="" satu="" secara="" terjadi="" tidak="">

3.   Patofisiologi
Tubuh  memiliki  sistem  yang  berfungsi  mencegah  perubahan  tekanan  darah secara  akut  yang  disebabkan  oleh  gangguan  sirkulasi,  yang  berusaha  untuk mempertahankan  kestabilan  tekanan  darah  dalam  jangka  panjang  reflek kardiovaskular  melalui  sistem  saraf  termasuk  sistem  kontrol  yang  bereaksi  segera. Kestabilan  tekanan  darah  jangka  panjang  dipertahankan  oleh  sistem  yang  mengatur jumlah cairan tubuh  yang melibatkan berbagai organ terutama ginjal (Andrea, 2014).
a.      Sistem renin-angiotensin
Mekanisme  terjadinya  hipertensi  adalah  melalui  terbentuknya  angiotensin  II dari angiotensin I oleh  angiotensin I-converting enzyme  (ACE). Angiotensin II  yang  memiliki  peranan  kunci  dalam  menaikkan  tekanan  darah  melalui  dua  aksi utama (Andrea, 2014).
1)      Meningkatkan  sekresi  Anti-Diuretic  Hormone  (ADH) dan stimulasi rasa haus. Dengan meningkatnya  ADH,  sangat  sedikit  urin  yang  diekskresikan  ke  luar  tubuh (antidiuresis),  sehingga  menjadi  pekat  dan  tinggi  osmolalitasnya.  Untuk mengencerkannya, volume cairan ekstraseluler akan ditingkatkan dengan cara menarik cairan dari bagian intraseluler. Akibatnya, volume darah meningkat, yang pada akhirnya akan meningkatkan tekanan darah (Andrea, 2014).
2)      Menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal. Untuk mengatur volume cairan  ekstraseluler,  aldosteron  akan  mengurangi  ekskresi  NaCl  (garam) dengan  cara  mereabsorpsinya  dari  tubulus  ginjal.  Naiknya  konsentrasi  NaCl akan  diencerkan  kembali  dengan  cara  meningkatkan  volume  cairan ekstraseluler  yang  pada  gilirannya  akan  meningkatkan  volume  dan  tekanan darah (Andrea, 2014).
b.     Sistem saraf simpatis
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak di  pusat  vasomotor yaitu medula oblongata. Rangsangan  pusat vasomotor dihantarkan dalam  bentuk  impuls  yang bergerak ke  bawah  melalui  saraf simpatis  ke  ganglia  simpatis.  Pada  titik  ini,  neuron  preganglion  melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana  dengan  dilepaskannya  norepinefrin  mengakibatkan  konstriksi  pembuluh darah (Andrea, 2014).
Stimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal berfungsi untuk mengatur volume cairan  ekstraseluler,  aldosteron  akan  mengurangi  ekskresi  NaCl  (garam) dengan  cara  mereabsorpsinya  dari  tubulus  ginjal.  Naiknya  konsentrasi  NaCl akan  diencerkan  kembali  dengan  cara  meningkatkan  volume  cairan ekstraseluler  yang  pada  gilirannya  akan  meningkatkan  volume  dan  tekanan darah (Andrea, 2014).

No comments: