Hipertensi adalah
meningkatnya tekanan darah
sistolik lebih besar
dari 140 mmHg dan
atau diastolik lebih
besar dari 90
mmHg pada dua
kali pengukuran dengan selang
waktu 5 menit dalam keadaan tenang. Faktor
risiko hipertensi dibedakan
menjadi yang tidak dapat dikontrol seperti riwayat keluarga, jenis kelamin, dan umur. Faktor yang dapat
dikontrol seperti obesitas,
kurangnya aktivitas fisik,
perilaku merokok, pola konsumsi
makanan yang mengandung natrium dan lemak jenuh. Hipertensi dapat
mengakibatkan berbagai komplikasi penyakit seperti stroke,
penyakit jantung koroner
(PJK), gangguan ginjal, jantung, dan lain-lain (Andrea, 2014).
1. Klasifikasi Hipertensi
Hipertensi dapat
dibedakan menjadi tiga
golongan yaitu hipertensi
sistolik, hipertensi
diastolik, dan hipertensi
campuran.
- Hipertensi sistolik merupakan peningkatan tekanan sistolik tanpa diikuti peningkatan tekanan diastolik dan umumnya ditemukan pada usia lanjut. Hal tersebut berkaitan dengan tingginya tekanan pada arteri apabila jantung berkontraksi (denyut jantung).
- Hipertensi diastolik merupakan peningkatan tekanan diastolik tanpa diikuti peningkatan tekanan sistolik, biasanya ditemukan pada anak-anak dan dewasa muda. Hipertensi diastolik terjadi apabila pembuluh darah kecil menyempit secara tidak normal, sehingga memperbesar tahanan terhadap aliran darah yang melaluinya dan meningkatkan tekanan diastoliknya.
- Hipertensi campuran merupakan peningkatan pada tekanan sistolik dan diastolik (Andrea, 2014).
Berdasarkan
gejalanya, hipertensi dibedakan menjadi dua yaitu hipertensi benigna dan
maligna.
- Hipertensi benigna adalah kondisi hipertensi tanpa gejala dan biasa ditemukan saat pasien melakukan pemeriksaan kesehatan rutin.
- Hipertensi maligna adalah keadaan hipertensi disertai kondisi kedaruratan dan dapat membahayakan jiwa pasien sebagai akibat dari komplikasi penyakit (Wahyuningsih, 2013).
Berdasarkan
penyebabnya hipertensi dibagi menjadi dua, yaitu:
a. Hipertensi esensial
atau primer yang tidak
diketahui dengan jelas penyebabnya. Terdapat sekitar 90-95% kasus.
Banyak faktor yang mempengaruhinya seperti
genetik, lingkungan, hiperaktivitas susunan saraf
simpatis, sistem renin-angiotensin, defek
dalam ekskresi Na,
peningkatan Na dan Ca
intraselular, dan faktor-faktor
yang meningkatkan risiko,
seperti obesitas, alkohol, dan
merokok (Tortora & Derrickson, 2012).
b. Hipertensi sekunder
atau hipertensi renal.
Terjadi pada sekitar 5%
kasus. Etiologinya yaitu hipertensi vaskular
renal, hipersekresi epinefrin dan; noreprinefrin, penyakit
ginjal, dan hiperaldosteronisme primer (Tortora dan Derrickson, 2012).
Menurut
The Seventh Report of The Joint National
Committee on Prevention, Detection,
Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (JNC VII), klasifikasi hipertensi pada
orang dewasa dapat dibagi menjadi kelompok normal, prehipertensi, hipertensi
derajat I dan derajat II.
Klasifikasi Tekanan Darah
|
Tekanan Darah Sistolik (mmHg)
|
Tekanan Darah Diastolik (mmHg)
|
Normal
|
Kurang dari 120
|
Kurang dari 80
|
Prehipertensi
|
120-139
|
80-90
|
Hipertensi
derajat I
|
140-159
|
90-99
|
Hipertensi
derajat II
|
Lebih dari 160
|
Lebih dari 100
|
2.
Hipertensi
Krisis
Hipertensi krisis adalah keadaan
peningkatan tekanan darah yang besar baik pada tekanan darah sistolik atau
diastolik (lebih dari180 mmHg atau lebih dari 120 mmHg) yang berkaitan dengan kerusakan organ seperti gagal ginjal,
perubahan neurologis major, infark serebri, pendarahan intrakranial, edema paru
akut, eklampsia, gagal jantung akut atau diseksi aorta. Penanganan hipertensi
krisis tergantung dari tipe kerusakan organ. Pada kasus gagal ginjal, semua obat
antihipertensi dapat digunakan kecuali tipe diuretik. Obat dapat digunakan
secara intravena maupun oral. Target penurunan tekanan darah sebesar <25 2013="" agar="" ancia="" awal="" dan="" dilakukan="" dkk="" hati-hati="" hipotensi="" jam="" mendadak="" o:p="" perlu="" saat="" satu="" secara="" terjadi="" tidak="">25>
3. Patofisiologi
Tubuh memiliki
sistem yang berfungsi
mencegah perubahan tekanan
darah secara akut yang
disebabkan oleh gangguan
sirkulasi, yang berusaha
untuk mempertahankan
kestabilan tekanan darah
dalam jangka panjang
reflek kardiovaskular
melalui sistem saraf
termasuk sistem kontrol
yang bereaksi segera. Kestabilan tekanan
darah jangka panjang
dipertahankan oleh sistem
yang mengatur jumlah cairan
tubuh yang melibatkan berbagai organ
terutama ginjal (Andrea, 2014).
a.
Sistem
renin-angiotensin
Mekanisme terjadinya
hipertensi adalah melalui
terbentuknya angiotensin II dari angiotensin I oleh angiotensin I-converting enzyme (ACE). Angiotensin II yang
memiliki peranan kunci
dalam menaikkan tekanan
darah melalui dua
aksi utama (Andrea, 2014).
1) Meningkatkan
sekresi Anti-Diuretic Hormone
(ADH) dan stimulasi rasa haus. Dengan meningkatnya ADH,
sangat sedikit urin
yang diekskresikan ke
luar tubuh (antidiuresis), sehingga
menjadi pekat dan
tinggi osmolalitasnya. Untuk mengencerkannya, volume cairan
ekstraseluler akan ditingkatkan dengan cara menarik cairan dari bagian
intraseluler. Akibatnya, volume darah meningkat, yang pada akhirnya akan
meningkatkan tekanan darah (Andrea, 2014).
2) Menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks
adrenal. Untuk mengatur volume cairan
ekstraseluler, aldosteron akan
mengurangi ekskresi NaCl
(garam) dengan cara mereabsorpsinya dari
tubulus ginjal. Naiknya
konsentrasi NaCl akan diencerkan
kembali dengan cara
meningkatkan volume cairan ekstraseluler yang
pada gilirannya akan
meningkatkan volume dan
tekanan darah (Andrea, 2014).
b.
Sistem
saraf simpatis
Mekanisme
yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak di pusat
vasomotor yaitu medula oblongata. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk
impuls yang bergerak ke bawah
melalui saraf simpatis ke
ganglia simpatis. Pada
titik ini, neuron
preganglion melepaskan
asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh
darah, dimana dengan dilepaskannya
norepinefrin mengakibatkan konstriksi
pembuluh darah (Andrea, 2014).
Stimulasi
sekresi aldosteron dari korteks adrenal berfungsi untuk mengatur volume
cairan ekstraseluler, aldosteron
akan mengurangi ekskresi
NaCl (garam) dengan cara
mereabsorpsinya dari tubulus
ginjal. Naiknya konsentrasi
NaCl akan diencerkan kembali
dengan cara meningkatkan
volume cairan ekstraseluler yang
pada gilirannya akan
meningkatkan volume dan
tekanan darah (Andrea, 2014).
No comments:
Post a Comment