Friday, April 1, 2016

Stroke Hemoragik

1.   Definisi
Stroke merupakan keadaan defisit neurologis yang ditandai adanya injuri fokal akut pembuluh darah pada sistem saraf pusat dengan onset mendadak. Stroke menjadi salah satu penyebab disabilitas dan kematian terbesar di dunia. Kejadian stroke meningkat seiring bertambahnya umur dan lebih banyak diderita pria. Faktor risiko stroke yang signifikan antara lain hipertensi, konsumsi alkohol berlebih, diabetes, merokok, hiperkolesterolemia, dan penggunan kontrasepsi oral (Messing, 1997).

Berdasarkan patogenesis, stroke diklasifikasikan menjadi stroke iskemik dan hemoragik. Stroke iskemik adalah stroke yang disebabkan adanya infark serebral, spinal, atau retinal fokal. Sementara, stroke hemoragik merupakan stroke yang disebabkan oleh adanya perdarahan pada pembuluh darah sistem saraf pusat dan bersifat nontraumatik. 


Berdasarkan lokasi perdarahannya, stroke hemoragik dibedakan menjadi intraserebral dan subaraknoid. Perdarahan intraserebral berlokasi di dalam otak termasuk parenkim dan sistem ventrikular, sedangkan perdarahan subaraknoid berlokasi di lapisan subaraknoid (antara membran araknoid dan lapisan piamater pada otak atau sumsum tulang belakang). Perdarahan epidural dan subdural tidak diklasifikasikan sebagai stroke karena biasanya disebabkan oleh trauma (Sacco dkk, 2013).

2.   Etiologi
Penyebab perdarahan intraserebral pada kasus nontraumatik adalah hipertensi kronik dan amiloid angiopati serebral. Sementara pada kasus lainnya dapat disebabkan oleh obat-obatan antikoagulan (coumadin, heparin, dan warfarin), malformasi arterivenosa, ruptur aneurisma, vaskulitis, trauma kepala, gangguan perdarahan (hemofilia, anemia sel sabit, trombositopenia), tumor jaringan otak, penggunaan obat-obatan terlarang, dan idiopatik (Chakrabarty & Shivane, 2008; Zuccarello, 2013).

3.   Patofisiologi
Perdarahan intraserebral terjadi dalam tiga fase yaitu fase perdarahan awal, ekspansi hematoma, dan edema peri-hematoma. Pada fase perdarahan awal, arteri serebral akan pecah yang dipengaruhi oleh faktor-faktor risiko stroke seperti, hipertensi kronik dan diabetes mellitus. Pada fase ekspansi hematoma, terjadi peningkatan tekanan intrakranial yang mengganggu integritas jaringan lokal dan sawar darah-otak. Fase ini terjadi beberapa jam setelah timbulnya gejala awal. Terhambatnya aliran vena akan memicu pelepasan tromboplastin, sehingga terjadi koagulopati lokal. Setelah itu, terbentuk edema serebral di sekitar hematoma, terjadinya inflamasi dan terganggunya sawar darah-otak. Fase ketiga yaitu edema peri-hematoma akan memicu kerusakan neurologis dan dapat berkembang beberapa hari setelahnya (Magistris dkk, 2013).

4.   Manifestasi Klinis
Progresi klinis dari pendarahan intraserebral biasanya berlangsung cepat. Timbulnya defisit neurologis fokal bisa dalam hitungan menit - jam yang dapat memunculkan gejala sakit kepala, mual, muntah, penurunan kesadaran, kelemahan anggota gerak, gangguan bicara dan kelemahan wajah. Gejala lainnya yakni munculnya Cushing triad yang meliputi peningkatan tekanan darah, bradikardi dan respirasi tak teratur. Gejala tersebut disebabkan oleh peningkatan tekanan intrakranial pada otak. Disautonomia, kejang, sinkop, sepsis, dan vertigo juga dapat muncul pada penderita (Magistris dkk, 2013).

5.   Penatalaksanaan
Terapi medik yang dapat dilakukan :
a.   Terapi jalan napas dan oksigenasi dengan target pCO2 30 – 35 mmHg (Dewanto dkk, 2007,
b.     Mengontrol tekanan darah dengan obat-obatan seperti nimodipin, diltiazem, dan nikardipin (Dewanto dkk, 2007). Tekanan darah perlu diturunkan jika tekanan darah sistol > 180 mmHg atau tekanan arteri rata-rata > 130 mmHg (Morgenstern dkk, 2010).
c.     Mengontrol tekanan intrakranial dengan osmoterapi menggunakan bolus manitol atau larutan salin hipertonik. Penggunaan furosemid dapat diberikan untuk mempertahankan gradien osmotik. Selain itu, pengaturan cairan dan hiperventilasi juga diperlukan pada pasien (Dewanto dkk, 2007).
d.     Mengontrol glukosa darah dengan target normoglikemi (Morgenstern dkk, 2010).
e.     Pembedahan dapat dilakukan melalui kraniotomi, stereotaktik, maupun endovaskular dengan angiografi dan fluoroskopi (Magistris dkk, 2013; Morgenstern dkk, 2010).
f.      Terapi medikamentosa 

No comments: